Senin, 17 Juli 2017

On Juli 17, 2017 by Yasir Afandi in , ,    No comments

Chapter 01

Darul Azhar (17/7). Mengawali apel pagi di pekan ke 3 bulan juli 2017. Santri/santriwati Pesantren Darul Azhar mulai memadati sepetak lapangan sekolah yang digunakan untuk melaksanakan apel pagi atau biasa disebut dengan marosim pagi. Pagi terasa lebih dingin dari hari biasanya, namun kegiatan mempertemukan antara jenjang SMP dan SMA setiap minggunya itu harus tetap berjalan seperti semestinya, untuk memberikan angin segar dari wejangan para Ustadz untuk menyemangati kembali para santri/wati.

Setelah membacakan surah Al-Fatihah untuk membuka marosim pagi hari ini, Ustadz M. Rifa'i Matondang mulai menaiki podium pembina upacara dan mulai mengucap salam dan memberikan nasehat yang luar biasa. "innalhamdalillah, anak-anakku apakah kalian mengetahui pasir? benda yang biasanya digunakan hanya untuk membuat bangunan dengan harga yang murah. Dan apakah kalian mengetahui jika pot bunga mempunyai nilai jual jauh diatas pasir biasa. Kenapa kedua benda itu bisa memiliki nilai yang berbeda padahal berbahan baku sama?" Pertanyaan beliau begitu menohok untuk seukuran santri yang masih bermalas-malasan ketika berdiri di pagi yang dingin. Semua pastinya tau akan jawaban pertanyaan beliau namun rasa penasaran akan jawaban itu tak akan terpuaskan jika hanya dijawab oleh diri sendiri, membuat seluruh santri semakin seksama menyimak jawaban yang akan keluar dari mulut Ustadz yang bertanya itu.

Kemudian ustadz Rifa'i atau yang kerap punya nama lain populer 'Ustadz Matondang' itupun menjawab dengan sangat mengena dihati para pendengar beliau, "yang membedakannya adalah prosesnya, pot bunga yang mahal menjalani proses yang sangat menyedihkan, di bakar, di lelehkan dan dibentuk oleh pengerajin. Sangat kontras bedanya dengan pasir bangunan yang hanya diaduk oleh tangan kasar dan dicampur dengan semen. Begitupun kalian yang sekarang sedang merasa menderita di pondok ini, ketahuilah bahwa saat ini antum sedang dibentuk menjadi manusia yang sangat berharga dan nantinya akan dibanggakan seperti pot bunga yang mempunyai tempat istimewa yaitu diatas meja ruang tamu, dilapisi dengan taplak bermotif cantik".

Seakan menjadi pecut didalam jiwa, kata-kata itu sungguh memberikan impact yang sangat luar biasa kepada siapapun yang mendengarkannya dan tidak ada yang tahu persis kenapa ketika mendengar jawaban itu setiap orang mulai tersenyum, entah apa yang ada di benak mereka setelah mendengar jawaban dari sang Ustadz trsebut.

Memulai pidato beliau dengan pertanyaan yang membuat semua orang diam dan beliau juga menutup materi marosim pagi dengan sebuah pertanyaan yang semestinya jawabannya pasti sama oleh siapapun, "sekarang, apakah kalian mau di tempa dan dijadikan orang yang berharga tinggi dan dihormati? atau bermalas-malasan dan menjadi seperti pasir semen yang rendah niainya?" dan dengan semangat seluruh santri/wati menjawab dengan jawaban mantap "mau seperti pot ustaaadz".

Pesan dari marosim pagi itu bukan hanya memecut semangat para santri/wati pada saat itu, namun seluruh manusia yang berada di garis lapangan, termasuk para guru pengajar yang juga berbaris dibelakang Ustadz Rifa'i. Seolah menjadi semangat baru dan menjadi tantangan bagi seorang guru untuk menjadikan anak didiknya menjadi orang yang sangat berharga nantinya (qnt).

0 komentar:

Posting Komentar